PENGAJARAN TABERNAKEL
I.Pengantar Pengajaran Tabernakel I.1. Terang Baru dalam memahami Perjanjian Lama I.1.1 Terang Baru Banyak kali orang
percaya sekarang ini menganggap kitab-kitab Perjanjian Lama dipandang sebagai kitab sejarah, meskipun ada sebagian isinya
yang dapat ditafsirkan sebagai nubuatan akan hal-hal yang akan terjadi. Seringkali orang percaya bertanya-tanya, apa maksud
Allah mengilhami para penulis untuk menuliskan peristiwa perjalanan hidup manusia sejak Adam, Nuh, Abraham, Ishak, Yakub,
sampai akhirnya menjadi suatu bangsa, yaitu Israel. Yang paling menyedihkan adalah bahkan ada kecenderungan untuk meragukan
bahwa isi Alkitab adalah Firman Tuhan. Khususnya kitab Kejadian, tentang masalah penciptaan manusia. Mereka yang tidak percaya,
malah lebih mempercayai teori manusia tentang evolusi manusia dari pada Firman Tuhan.
Memahami isi kitab-kitab Perjanjian
Lama tidak akan mencapai sasaran, bila kita menafsirkannya secara harfiah semata atau menurut kehendak kita sendiri (2
Petrus 1:20). Kita harus mengakui lebih dulu, bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru merupakan
satu kesatuan yang berkesinambungan. Untuk mengerti bagian yang satu harus menggunakan bagian yang lain untuk menjelaskannya.
Membandingkan yang rohani dengan yang rohani, membandingkan ayat dengan ayat. Baik Perjanjian Lama diterangi oleh Perjanjian
Baru, maupun sebaliknya.
Kita dapat belajar dari surat-surat rasul Paulus, bahwa “Semuanya ini telah menimpa
mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.”
(1 Korintus 10:11). Kita sekarang berada dalam zaman akhir, berarti isi surat ini juga ditujukan untuk kita, jemaat
Tuhan di akhir zaman. Dengan demikian kita harus menggunakan surat ini sebagai pedoman, untuk memahami atau menafsirkan apa
yang tertulis dalam Perjanjian Lama, yang ditempatkan sebagai dan “peringatan” bagi kita. Kata “contoh”
diterjemahkan dari bahasa Yunani tupos, too’-pos, yang menurut Strong’s Concordance: •
nomor 5179 dijelaskan sebagai berikut: “from 5180; a dia (as struck), i.e. (by implication) a stamp or scar;
by analogy, a shape, i.e. a statue, (figuratively) style or resemblancel specifically, a sampler (“type”),
i.e. a model (for imitation) or instance (for warning); --en-(ex-)ample, fashion, figure, form, manner, pattern,
print.” • nomor 5180 dijelaskan sebagai berikut: tuptw tupto toop’-to ; a primary verb (in a strengthened
form); to “thump”, i.e. cudgel or pummel (properly, with a stick or bastinado), but in any case by repeated blows;
thus differing from 3817 and 3960, which denote a [usually single] blow with the hand or any instrument, or 4141 with the
fist [or a hammer], or 4474 with the palm; as well as from 5177, an accidental collision); by implication, to punish; figuratively,
to offend (the conscience): --beat, smite, strike, wound.
Kalau diterjemahkan, kita akan menemukan bahwa penjelasan
atas kata tersebut memang benar. Sebab seringkali Alkitab menyampaikan kebenaran dalam bentuk contoh, yang disampaikan dengan
cara: bayangan atau gambar-bayang, analogi (perbandingan), kiasan atau symbol, dan perumpamaan. Dengan memahami hal ini, maka
kita akan dapat memahami apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama, yang merupakan “contoh” atau “types”.
Contoh yang dapat dimengerti sebagai gambar-bayang atau analogi, kiasan atau bentuk yang lain, dapat berupa: •
pribadi manusia tertentu (Adam, Hawa, Abraham, Ishak, dan sebagainya); • peristiwa (penciptaan, banjir, pernikahan
dsb); • riwayat hidup seseorang (perjalanan Abraham, Yusuf); • benda-benda tertentu (emas, perak, ular,
kayu dsb); • pola (penciptaan, Tabernakel)
Semua itu, pada zaman Perjanjian Lama masih belum dibukakan kepada
bangsa Israel. Bangsa Israel tidak memahami, mengapa mereka harus melakukan semua imamat yang demikian rumit dalam ibadah
mereka selama bertahun-tahun. Inilah kemurahan Tuhan bagi kita di akhir zaman, suatu terang baru diberikan,
agar kita dapat memahami rencana Allah secara lengkap, yang telah digelar mulai kitab-kitab Perjanjian Lama, sampai Perjanjian
Baru.
I.1.2 Keuntungan hidup di masa kini “Sebab, sekiranya perjanjian yang pertama itu
tidak bercacat, tidak akan dicari lagi tempat untuk yang kedua. Sebab Ia menegor mereka ketika Ia berkata: “Sesungguhnya,
akan datang waktunya,” demikian firman Tuhan, “Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan dengan
kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka, pada waktu Aku memegang tangan
mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir.” (Ibrani 8:7-9a)
Untuk memahami perbedaan antara
sesuatu yang asli dan salinannya, kita dapat membandingkan sebuah foto seekor ikan paus dengan ikan paus yang sebenarnya.
Kita akan melihat sesuatu perbedaan yang sangat menyolok, baik dari besarnya maupun beratnya. Selembar kertas foto tidak akan
pernah sama dengan ikan paus yang besarnya hampir sama dengan sebuah perahu dan beratnya kurang dari 40 ton. Gambar dua dimensi
tidak akan mampu untuk memberi gambaran yang seutuhnya tentang seekor ikan paus raksasa.
Kitab
Ibrani menggunakan kata “gambaran dan bayangan” (Ibrani 8:5), yang dapat diartikan “salinan”
untuk menjelaskan ritual dan hal-hal yang terdapat dalam Perjanjian Lama, yaitu mengenai: Tabernakel (kemah pertemuan), Paskah,
upacara korban dan tugas-tugas keimanan. Surat kepada Jemaat Korintus mengingatkan akan contoh
yang diberikan Tuhan melalui kehidupan bangsa Israel di padang gurun [1 Korintus 10:1-11], sehingga kita yang hidup
di zaman akhir ini tidak sampai jatuh dalam penyembahan berhala.
Tidak satupun upacara keagamaan yang seberapa
besarpun, yang dapat mengekspresikan dengan lengkap tentang pengalaman dengan Allah, seperti sebuah foto seekor ikan paus
dan foro sebuah gunung tidak akan pernah mampu mengekspresikan benda-benda yang sebenarnya tersebut dengan lengkap.
Menurut kitab Ibrani, upacara keagamaan Perjanjian Lama adalah suatu gambar bayang, sedangkan Kristus adalah
yang penggenapannya. Penulis kitab Ibrani menarik suatu pelajaran dari tradisi Yahudi, yang terbentuk oleh ketaatan
terhadap perintah Allah selama bertahun-tahun, meliputi upacara korban, hukum-hukum, tabernakel, imamat, hari pendamaian,
dan sebagainya – dan menjelaskan bagaimana Kristus membukakan sekali dan lengkap, makna dari seluruh gambar bayang yang
terselubung tersebut. Allah telah menggenapi semua yang telah dijanjikanNya dalam Perjanjian Lama, dengan menunjukkan suatu
penggenapan yang sempurna, sehingga kita yang mendapat kemurahan tahu, bagaimana semua itu digenapi dengan lengkap dan sempurna,
yaitu dalam Tuhan Yesus Kristus.
I.1.3. Manakah yang lebih baik? Kitab Ibrani menekankan keuntungan-keuntungan
dari hidup di masa kini, dari pada hidup dalam zaman Perjanjian Lama (“Perjanjian yang pertama”). Karena pengorbanan
Kristus, maka korban binatang itu tidak diperlukan lagi [Ibrani 10:10-12], dan hukum Allah sekarang dituliskan dalam
akal-budi (pikiran) kita dan dalam hati kita, bukan dalam bentuk suatu hukum yang tertulis [Ibrani 8:10]. Tuhan Yesus
berseru dari atas kayu salib, “Sudah genap (selesai).” [Yohanes 19:30], makna dari perkataan Tuhan Yesus
inilah yang dijelaskan oleh penulis kitab Ibrani, bahwa dalam Yesuslah, segala sesuatu yang dijanjikan Allah telah digenapi,
atau diselesaikan.
Meskipun kehidupan dan pola ibadah bangsa Israel berfungsi sebagai contoh atau gambar bayang bagi
kita, namun tetap saja kehidupan Israel dan Perjanjian Lama mempunyai makna yang besar bagi kita yang tidak pernah mengalami
sendiri bagaimana kehidupan seperti yang dijalani oleh bangsa Israel waktu itu. Tetapi, sekarang timbul pertanyaan: “Siapa
yang akan lebih menyukai bayangan daripada yang aslinya?”.
I.2. Perjalanan Bangsa Israel
Demikian
besar bagian-bagian Alkitab yang membahas kehidupan bangsa Israel. Tentu Tuhan tidak bermaksud hanya menyajikan catatan sejarah
suatu bangsa di bumi. Bila kita mengimani bahwa Alkitab dituliskan untuk menyampaikan rencana kekal-Nya, kita harus mempelajari
dengan sudut pandang yang benar, sehingga kita mengetahui apa maksud Allah yang sebenarnya.
Maksud perjalanan yang
membawa umat Israel dari Mesir ke tujuan akhir mereka, Gunung Sion, adalah sebagai contoh dan peringatan bagi kita yang hidup
di zaman akhir ini [1 Korintus 10:1-11]. Karena itu, kita boleh dengan yakin menyatakan bahwa perjalanan bersejarah
yang berlangsung kurang lebih 480 tahun sebelum pembangunan Bait Salomo, adalah sebuah gambar bayang yang menggambarkan perjalanan
rohani gereja Tuhan baik secara individu maupun Jemaat secara utuh (tubuh Kristus), sejak dari pertobatannya sampai ia mencapai
“kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” (Efesus 4:11-16]
Sebelum
seseorang sampai di Gunung Sion rohani, pertama-tama ia harus melewati pengalaman Paskah (menerima korban Kristus),
kemudian menyeberangi Laut Teberau (babtisan air). Dia terus maju sampai ke Gunung Sinai, yang melambangkan babtisan
Roh Kudus. Setelah itu, ia perlu dan harus melangkah maju melewati padang gurun yang luas dan tidak mengenakkan bagi daging,
menyeberangi sungai Yordan (mengalami sunat hati), kemudian memasui tanah perjanjian (Kanaan). Dari sini, ia harus
menaklukkan musuh-musuh di dalam dan di luar tanah Kanaan (masuk ke dalam ruang Suci), yang menggambarkan perjalanan
hidup memikul salib setiap hari, mematikan kedagingan dengan pertolongan Roh Kudus [Roma 8:12-17]. Pada akhirnya,
ia akan mendaki Gunung Sion rohani, yang disamakan masuk ke dalam perhentian Allah yang sejati (masuk ke dalam ruang Maha
Kudus). Tentang Sion, Allah berkata, “Inilah tempat perhentian-Ku selama-lamanya, di sini Aku hendak diam.”
(Mazmur 132:13-14, Mazmur 74:2).
Adalah baik bagi kita untuk tidak saja menghargai dan merenungkan perjalanan
umat Israel dari sudut pandang sejarah saja, tetapi juga dari sudut pandang kekekalan. Dengan memahami perjalanan Israel secara
rohani, kita akan mendapatkan pola kehidupan Kristiani di zaman akhir ini dengan benar. Selanjutnya pimpinan Roh Kudus akan
memandu kita berjalan seturut penggenapan pola tersebut.
I.2.1. Kitab Kejadian Dalam pemandangan Allah, perjalanan
ini sudah selesai, bahkan sebelum dunia dijadikan [Ibrani 4:3b]. Tidak lama setelah air bah terjadi, Allah mengadakan
sebuah perjanjian dengan Abraham dan keturunannya, bahwa Ia akan memberikan tanah Kanaan kepada mereka [Kejadian 15:18-21].
Di tanah Kanaanlah terletak Gunung Sion, tempat kediaman-Nya. Tuhan juga menerangkan dengan sangat jelas kepada Abraham bahwa
sebelum keturunannya mewarisi tanah itu, mula-mula mereka akan menjadi pendatang di sebuah tanah asing (Mesir) dan dibuat
menderita selama kurang lebih 400 tahun. Setelah itu, Allah akan menghukum bangsa Mesir dan membawa mereka (Israel) keluar
dengan banyak harta dari Mesir [Kejadian 15:13-14]. Jelas sekali telihat, bahwa Allah telah mengatur seluruh perjalanan
ini jauh sebelum hal itu terjadi. Pertama-tama, Ia mengutus Yusuf ke Mesir, kemudian kelaparan hebat memaksa Yakub dan keluarganya
untuk berpindah ke Mesir. Mereka tinggal di Mesir selama kurang lebih 400 tahun, dan bertumbuh menjadi suatu bangsa yang berjumlah
kira-kira 3 juta jiwa. Kemudian ketika Firaun lainnya naik tahta, dia tidak lagi mengenal dan menghormati Yusuf. Dia menindas
dan menjalankan perbudakkan atas keturunan Abraham tersebut.
1.2.2. Kitab Keluaran sampai Ulangan Pada waktunya
Musa pun dilahirkan. Ia merupakan generasi ke tujuh dari Abraham. Paskah ditetapkan dan keselamatan dari maut ditawarkan melalui
darh anak domba (Paskah). Musa melaksanakan penghakiman Allah atas Firaun dan Mesir. Kemudian Musa membawa Israel keluar
dari perbudakan dan mengarahkan mereka ke tanah perjanjian. Tujuan mereka bukanlah sekedar sampai ke tanah perjanjian, melainkan
ke gunung Sion di tanah Kanaan [Keluaran 15:17]. Gunung Sion adalah tempat kediaman Allah. Panggilan itu tidak pernah
hanya sekedar mendapatkan suatu harta pusaka, ibadah atau pelayanan, melainkan menuju atau mendapatkan pribadi Allah sendiri.
Dari
Mesir, mereka menyeberangi Laut Teberau (babtisan air). Kemudian mereka sampai ke gunung Sinai pada bulan ke tiga (bulan
perayaan Pentakosta). Sinai melambangkan babtisan Roh Kudus. Namun, panggilan tertinggi bukanlah untuk berkemah di sekitar
gunung Sinai atau berhenti setelah menerima babtisan Roh Kudus. Gunung Sinai terletak di padang gurun. Panggilan itu adalah
panggilan menuju ke sebuah gunung yang lebih besar, yaitu gunung Sion. Tempat perhentian itu terletak di seberang sungai Yordan
di dalam tanah perjanjian. Dalam kurun waktu inilah Allah memberikan suatu pola ibadah melalui Musa kepada bangsa Israel,
yang saat ini kita menyebutnya pengajaran Tabernakel. Kareka kegagalan mereka dalam melewati ujian-ujian di padang gurun,
Allah menyatakan di Kadesy Barnea bahwa mereka tidak akan masuk ke dalam perhentian-Nya. Akibatnya, Israel berputar-putar
di padang gurun tanpa tujuan selama kurang lebih 40 tahun sampai generasi yang penuh pemberontakan itu habis, kecuali Yosua
dan Kaleb. [Bilangan 14:26-35; 26:64,65]
I.2.3. Kitab Yosua Yosua memimpin sebuah generasi Israel
yang baru menyeberangi sungai Yordan ke dalam tanah perjanjian. Yordan melambangkan “mati terhadap dosa”.
Hati mereka lain (berubah) setelah menyeberangi Yordan. Israel tidak lagi ingin kembali ke Mesir. Mereka mengalami penyunatan
di Gilgal, dan kedagingan mereka dihadapkan kepada Pedang (Firman Allah). Yosua terus memimpin mereka melawan 31 raja-raja
yang berkuasa di tanah Kanaan, yang melambangkan “tuan-tuan” yang memerintah di dalam kehidupan kita. Setiap bagian
dari keakuan harus dikerat, seiris demi seiris, oleh Firman Allah.
I.2.4. Kitab Hakim-Hakim Yosua menyatakan,
“Berapa lama lagi kamu bermalas-malas, sehingga tidak menduduki negeri yang telah diberikan kepadamu oleh Tuhan…Masih
banyak yang belum diduduki.” Yosua tidak pernah membawa mereka ke dalam perhentian yang penuh [Ibrani 4:8-9]. Setelah
Yosua meninggal, kitab Hakim-Hakim memperlihatkan kepada kita betapa Israel berkompromi dan tinggal dengan musuh-musuh yang
tinggal di Kanaan, yang menggambarkan kehidupan yang tidak murni, hidup rohani yang mendua hati. Di
satu sisi mengikuti Tuhan, tetapi juga membiarkan musuh-musuh rohani menguasai sisi hidup kerohaniannya
yang lain. Mereka mengabaikan dan menghindari wilayah-wilayah yang seharusnya dibereskan dengan pedang. Sion masih
dikuasai oleh bangsa Yebus, seperti halnya wilayah yang lain.
I.2.5. Kitab 1 dan 2 Samuel Beberapa generasi
kemudian, Daud, seorang yang berkenan di hati Allah menjadi raja. Di usia 37 tahun, dia menawan kubu pertahanan Sion dan meletakkan
Tabut Perjanjian disana. Sion terkenal sebagai gunung yang kudus. Oh betapa kemuliaan, kuasa, penyembahan, dan keintiman dengan
Tuhan ada di Sion. Akhirnya, kurang lebih 443 tahun setelah Israel memulai perjalanan mereka keluar dari Mesir, mereka mencapai
Sion.
I.2.5. Kitab 1 dan 2 Raja-raja, 1 dan 2 Tawarikh Putra Daud, yaitu Salomo membangun Bait Allah dan
membawa Tabut Perjanjian naik (“bring up the ark”) dari Sion dan menempatkannya di sana. Kuasa dan kemuliaan
begitu besarnya, sehingga para imam-imam tidak bsa berdiri [1 Raja-raja 8:1-11]. Bangsa-bangsa datang untuk mendengar
dan melihat kemuliaan dan hikmat Allah yang ada di Bait Allah ini. Karena itu, sasaran setiap orang percaya adalah menyelesaikan
perjalanan mereka dari Mesir (gambaran duniawi) sampai ke Sion (gambaran sorgawi), yaitu untuk sampai kepada
kemuliaan, dan membawa kemuliaan Tuhan kepada bangsa-bangsa. [Ibrani 12:22].
Last edited by kickey : 20-09-2007 at 09:16 AM.
20-09-2007, 08:25 AM |
|
IndoForum Junior D |
|
Join Date: Sep 2006
Posts: 1,778 Rep Power: 3
| |
I.3. Dasar dan Tujuan Pembangunan Tabernakel
I.3.1. Yesus
adalah Tabernakel yang sebenarnya Ketika Allah memerintahkan Musa untuk mendirikan Tabernakel, Dia memberi petunjuk,
bahwa bangsa Israel harus membuat tempat kudus bagi Allah menurut contoh Kemah yang ditunjukkan Tuhan di atas gunung Sinai
[Keluaran 25:8-9]. Kemah Suci dan pelayanan mereka dalam Kemah Suci adalah gambaran atau bayangan dari apa yang ada
di Sorga [Ibrani 8:5].
Yang di sorga adalah Allah, yang ingin membukakan diri, agar manusia mengenal Dia dengan
benar. Sebab itu, Allah memberikan kepada Musa suatu Tabernakel di gunung Sinai. Berarti pola yang diberikan adalah gambaran
Pribadi dan rencanaNya yang besar, agar manusia yang telah jatuh, dan tidak lagi sempurna seperti awal mula diciptakan, dapat
dipulihkan dan diselamatkan. Mengapa demikian? Pola Tabernakel yang diberikan kepada Musa, dikala manusia hidup dalam keadaan
berdosa. Tuhan ingin memberikan contoh, atau bayangan akan rencanaNya, dan rencana ini terkait dengan keselamatan manusia
dan hubungannya dengan Dia. Tuhan rindu agar keintiman persekutuan di taman Eden itu dipulihkan.
Kita tahu bahwa “Jalan”
untuk masuk kembali ke dalam keselamatan adalah hanya melalui satu-satunya jalan, yaitu Tuhan Yesus Kristus [Yohanes 14:6]
Berarti Tabernakel atau pola yang diberikan dalam bentuk Tabernakel adalah gambaran bagaimana manusia diselamatkan dan panduan
bagi manusia yang telah diselamatkan untuk bersekutu senantiasa dengan Tuhan (ibadah yang sejati).
Karena Tabernakel
adalah bayangan jalan keselamatan dan hidup sempurna dalam hadirat Tuhan. Bayangan ini menunjuk kepada Yesus Kristus, Firman
(yang adalah Allah) dalam tubuh daging [Yohanes 1:14]. Dari sini kita melihat, bahwa Allah di dalam wujud Yesus Kristus
berdia (bertabernakel) ditengah-tengah kita. Yesus berkata tentang tubuh jasmaniNya, sebagai berikut: “Rombah Bait
Allah ini, … Tetapi yang dimaksudkanNya dengan Bait Allah adalah tubuhNya sendiri.” [Yohanes 2:19-21].
Mari
kita sedikit melihat asal usul kata yang digunakan dalam Yohanes 1:14 (“diam”), dibandingkan dengan Yohanes
2:19-21 (“Bait”).
Menurut Strong’s Concordance: Kata “diam” dalam
Yohanes 1:14, Nomor 4637. skhnw skenoo skay-no’-o ; from 4636; to tent or encamp. i.e. (figuratively)
to occupy (as a mansion) or (specifically) to reside (as God did in the Tabernacle of old, a symbol of protection and
communion); --dwell. Nomor 4636. sknov skenos skay’-nos ; from 4633; a hut or temporary residence, i.e. (figuratively)
the human body (as the abode of the spirit):--tabernacle. Kata “Bait” dalam Yohanes 2:19, Nomor
3485. naov naos nah-os’ ; from a primary naiw naio (to dwell); a fane, shrine, temple: --shrine, temple.
Comp 2411. Nomor 2411. ieron hieron hee-er-on’ ; neuter of 2413; a sacred place, i.e. the entire precints
(whereas 3485 denotes the central sanctuary itself) of the Temple (at Jerusalem or elsewhere):--temple.
Dari
konkordansi tersebut kita dapat melihat bahwa makna kedua kata tersebut sama, yaitu: • Membentangkan tenda atau berkemah; •
Berdiam (seperti yang Allah lakukan dalam Tabernakel Perjanjian Lama) • Secara kiasan, menggambarkan tubuh manusia
(sebagai tempat tinggal roh); Sampai disini tentu sudah cukup jelas kaitan antara: Tabernakel Musa, Keselamatan, Tuhan
Yesus Kristus, tubuh Yesus sebagai Bait Allah.
I.3.2. Kita (individu maupun Gereja) adalah Tabernakel Allah Kemudian,
apa kaitannya hal ini dengan kita, orang percaya? Mari kita lihat dari beberapa ayat berikut, untuk membuktikan secara Alkitabiah,
bahwa tubuh kita dan Gereja adalah juga tabernakel Allah: • “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah
dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan
dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu. [1 Korintus 3:16-17]; • “Tetapi siapa
yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh
Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”
[1 Korintus 6:17,19]. • Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita dalah bait dari Allah yang
hidup menurut firman Allah ini: “Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan
Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.” [2 Korintus 6:6]. • Di dalam Dia tumbuh
seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. “ [Efesus 2:21]. •
“Lalu ia membuka mulutnya dan menghujat Allah, menghujat nama-Nya dan kemah kediaman-Nya dan semua mereka yang
diam di sorga.” [Wahyu 13:6]; • Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah,
kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya
dan Ia akan menjadi Allah mereka.” [Wahyu 21:3].
Kembali terbukti bahwa manusia adalah Tabernakel atau
Bait Allah yang kudus, dan Roh Kudus berdiam di dalamnya. Kalau manusia adalah Tabernakel Allah di zaman sekarang dan yang
akan datang, berarti ini adalah bukti bahwa Tabernakel Musa sudah digenapi di dalam kita, baik sebagai individu, maupun sebagai
Gereja.
Sampai disini sudah lengkap pembuktian kita, bahwa Tabernakel Musa terkait dengan Keselamatan (Yesus) dan Gereja,
yaitu kita. Inilah dasar utama pembangunan Tabernakel yang diberikan kepada Musa, yaitu memberi gambaran akan rencana Allah
dalam menyelamatkan umat manusia, dan seterusnya membentuk gereja sebagai suatu tempat tinggal Allah, dan akhirnya Allah akan
senantiasa bersama dengan kita.
I.3.3. Pembangunan Tubuh Kristus Gereja juga digambarkan sebagai tubuh Kristus,
terdiri dari banyak anggota namun satu tubuh. Tabernakel adalah suatu bentuk bangunan, demikian juga Gereja adalah bangunan
rohani, yang dibangun dari batu-batu yang hidup, “bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani
yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. [1 Petrus 2:5].
Namun, agar bangunan rohani ini dapat terbentuk,
tentu melalui suatu proses pembangunan, seperti juga yang dicontohkan dalam pembangunan Tabernakel. Rasul Paulus menuliskan
dalam Efesus 2:14-22: 2:18 karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. 2:19
Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota
keluarga Allah, 2:20 yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. 2:21
Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. 2:22 Di dalam Dia kamu
juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. Yang cukup menarik untuk disimak adalah kata-kata kunci
sebagai berikut: • oleh Dia, di dalam Dia, • dalam satu Roh, • dibangun
di atas dasar para rasul dan para nabi • menjadi bait Allah yang kudus, tempat kediaman Allah, dalam Roh, •
Kristus Yesus sebagai batu penjuru.
Jadi, di dalam membangun rumah Allah yang rohani selalu berpusatkan Yesus
Kristus. Dan, didasari oleh pengajaran yang telah diberikan melalui para rasul dan para nabi (tertulis dalam Alkitab), yang
disampaikan dalam satu kesatuan Roh. Inilah yang akan kita lihat dalam pengajaran Tabernakel, apakah benar dalam pembangunannya,
senantiasa berpusatkan Allah dan didasari perintah dan ketetapan Allah.
I.3.4. Kita adalah kawan sekerja Allah Disamping
digambarkan sebagai Bait Allah, batu-batu yang hidup, kita juga disebut: “…kawan sekerja Allah; kamu adalah
lading Allah, bangunan Allah.” [1 Korintus 3:9]. Disini kita melihat pernyataan rasul Paulus bahwa dia (rasul)
dan pembantu-pembantunya adalah kawan sekerja Allah, sedangkan Jemaat adalah lading atau bangunan Allah.
Saudara akan
menemukan hal yang sama dalam pembangunan Tabernakel, ada tukang-tukang yang ahli, yang memegang peran penting dalam pembangunan
Tabernakel Musa (Bezaliel dan Aholiab). Di samping itu banyak di antara bangsa Israel yang terpilih membantu Bezaliel dan
Aholiab.
Kalau kita membandingkan antara Bezaliel dengan Yesus [Keluaran 31:2; Wahyu 5:5; Keluaran 31:3; Lukas 4:18;
Keluaran 31:3; Yohanes 3:34-35], dan antara Aholiab dengan Roh Kudus [Keluaran 31:6; Yohanes 16:8-11; Efesus 2:20-22; Yohanes
14:26; 15:26; Keluaran 31:6; Kisah para Rasul 10:38; Keluaran 31:6; Yohanes 14:26; 16:13-15], maka kita akan mendapatkan
kesamaan, baik dari asal suku, arti nama, anak siapa, diurapi Roh Kudus, dilengkapi karunia-karunia Roh, dan sebagainya.
Ini
memberi kita pengertian, bahwa bila tukang-tukang yang membangun Tabernakel harus mendapat perlengkapan dari Allah dan Roh
Kudus, demikian pula kita, hamba Tuhan, rekan sekerja Allah, harus dilengkapi dengan sifat-sifat Yesus dan kuasa Roh Kudus,
supaya kita dapat dipakai membangun Rumah Allah yang rohani.
Kalau kita melihat semua itu, kita akan mengerti bahwa
Tabernakel merupakan pola rencana Allah yang sangat besar bagi manusia dan hubungannya dengan Allah. Dengan konteks pemikiran
seperti inilah, kita akan mempelajari pengajaran Tabernakel ini, yaitu mempelajarinya dalam kaitan dengan pemahaman rencana
Allah bagi hidup kita, orang-orang percaya.
Pola ini sudah dan sedang dilaksanakan pembangunannya menuju kepada kesempurnaan,
dalam Tuhan Yesus Kristus. Kita akan membandingkan apa yang ada dalam pola dan bagaimana penggenapannya dan demikian juga
sebaliknya.
|
SALAM SEJAHTRA DARI YESUS MEMPELAI PRIA SORGA
|