Pentingkah Hak Kesulungan Itu Bagi Kita ?
Minggu, 09 Maret 2008
Oleh : Pdt. Paulus Budiono
“Karena iman
maka ia mengadakan Paskah dan pemericikan darah, supaya pembinasa anak-anak
sulung jangan menyentuh mereka”. - Ibrani 11:2
Syalom,
Hal ‘Anak
sulung’ mungkin bagi beberapa suku bangsa di dunia tidak terlalu penting,
namun tidak bagi suku bangsa di Timur Tengah terutama bagi bangsa Israel. ‘Hak kesulungan’ itu amat penting
dan berharga: Karena anak sulung memperoleh beberapa hak istimewa a.l. ‘menjadi kepala dari keluarga’
(pengganti posisi ayahnya); mendapat warisan dua kali lipat (Ul. 21:15-17), dan memperoleh berkat dan kekuasaan
serta mengembang-biakkan keluarganya menjadi suatu bangsa yang besar (Kej. 28:4).
Mungkin Anda berkata: “Apa manfaatnya bagi saya, toh saya
bukan anak sulung?”. Kalau catatan Alkitab hanya sebatas sejarah dan hanya untuk ‘anak sulung’ (lahiriah),
maka benar kata Anda, bahwa tentang ‘hak kesulungan’ di atas tidak
bermanfaat bagi Anda, juga bagi saya (anak bungsu)! Tapi karena hat-hak
istimewa di atas tadi tercatat dalam Alkitab yang adalah Firman Allah, maka ‘Hak Kesulungan’ ini menjadi teramat
penting bahkan bersifat kekal untuk Anda dan saya.
Yakobus, saudara Yesus dalam suratnya mengungkapkan: “Saudara-saudara yang kukasihi,
janganlah sesat! Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala
terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran. Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan (melahirkan
–red) kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya.” (Yak. 1:16-18)
Allah Bapa sangat perduli akan ‘hak kesu-lungan’ yang Ia (telah) berikan kepada manusia, baik
yang lahiriah maupun yang rohaniah; perorangan maupun suatu bangsa. Karena Allah Bapa sangat ingin mencurahkan segala
berkat yang baik dan sempurna kepada ‘anak sulung’-Nya.
Allah telah bersabda kepada raja Firaun melalui Musa abdi-Nya:
” Beginilah firman TUHAN: Israel (Yakub – red) ialah
anak-Ku, anak-Ku yang sulung; ....: Biarkanlah anak-Ku
itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung."
Di satu sisi, ultimatum Allah, melalui Musa kepada Firaun, raja
Mesir, adalah mengingatkan bangsa
Israel, agar sebagai ’anak sulung’ Allah, harus memiliki ciri khas: suatu bangsa yang senantiasa beribadah/melayani
Allah; bukan hanya menuntut berkat ‘hak kesulungan’ saja! Maka dalam ayat pembuka di atas (Ibr.
11:28) jelaslah bagi kita, betapa perhatian dan pedulinya Allah kepada kehidupan langsung dari bangsa Israel
(Yakub) - ‘anak sulung’-Nya. Dari kitab Keluaran (PL) hingga kitab Ibrani (PB), bahkan surat Yakobus, firman
Allah tetap menyinggung tentang ‘Hak Kesulungan’, berarti Allah ingin kita (gereja Tuhan) secara khusus
memperhatikan ‘hak kesulungan’ yang telah Allah berikan; jangan sampai ‘hilang/terlepas’ hanya
karena ketidak-mengertian makna penting dan kekal yang terkandung di dalamnya.
Yakub, dalam kelahirannya bukanlah yang ‘pertama’,
tapi mengapa ia disebut oleh Allah sebagai ‘anak sulung’-Nya? Beranjak dari sini kita akan sungguh-sungguh memperhatikan
dalam Alkitab, khususnya dalam keluarga besar Abraham, Ishak dan Yakub, tercatat ada 3(tiga) pribadi (langsung tidak langsung)
yang telah kehilangan ‘hak
kesulungan’ mereka! Dan peristiwa tsb. mengandung makna yang amat penting bagi kehidupan gereja Tuhan.
Tiga pribadi yang kehilangan ‘hak kesulungan’ :
1. Esau (Kejadian 25:27-34; 27:30-41).
2. Ruben
(Kejadian 35:22; 49:3-4)
3. Manasye
(Kejadian 48:13-20)
1. Esau
– menjual ‘hak kesulungan’ karena sepiring ’makanan’ (Ibr. 12:16-17)
Esau kehilangan hak kesulungannya
karena persoalan makanan dikaitkan
dengan ’nafsu yang rendah’(tercapai maksud dengan mudah; kotor, tidak senonoh). Kata rasul Paulus: ”Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera
dan sukacita oleh Roh Kudus. Karena barangsiapa melayani Kristus
dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia. Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan
damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. Janganlah engkau
merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah
suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! (Rom.
14:17-20)
’Makanan’ dalam bahasa Yunani ada dua pengertian:
makanan (dalam arti luas, corrosion) – membuat karatan, hasil dari kerusakan.
makanan untuk jiwa – untuk refresh / memberi makan yang
mensupport.
”Makanan” yang Tuhan mau kita ’makan’ dan yang tidak merusak, adalah:
a. ”Makanan” - Melakukan kehendak Allah. (Yoh.4:31-38)
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:”Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”.
Sebab itu Yesus
mengatakan “Layangkan pandanganmu,…. Ladang gandum sudah menguning, siap untuk dituai”. Biarlah kita
mau menjadi utusan-utusan Tuhan yang melakukan kehendak Tuhan dalam menuai jiwa-jiwa bagi Allah. Maka dalam
pengutusan (pelayanan keluar), salah satu ‘makanan’ yang dari Tuhan (Bapa) yaitu melakukan kehendak Allah
dan menyelesaikannya (Tuntas! Tidak setengah jalan!).
b. ”Makanan”
– Menerima/percaya Yesus (Firman Allah), roti dari sorga (Yoh. 6:27 dst.)
Yesus berkata: ”Bekerjalah
(berjerih lelahlah), bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan
diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." Caranya? Tanya orang Yahudi. Yesus menjawab: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki
Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia (Yesus) yang telah diutus
Allah…..Akulah roti hidup; barang siapa datang kepada-Ku, ia
tidak akan lapar lagi, ……tidak akan haus lagi "
c. “Makanan”
– Makan dan minum Tubuh dan darah-Nya (Yoh. 6:48 dst. bnd. Yes.55:1-3)
Yesus berkata:“…Akulah Roti Kehidupan yang turun dari Surga…; Barangsiapa makan daging-Ku dan minum Darah-Ku,
ia mempunyai hidup yang kekal…”.
Ini kaitan dengan penderitaan Yesus di atas salib demi keselamatan
umat manusia. Dan Tuhan mau kita menerima-Nya sebagai makanan yang sejati, dan dalam melaksanakan
Perjamuan Kudus, kita selalu diingatkan akan korban-Nya (jeminan kekal) sampai Dia datang kembali!
2. Ruben – tidak menjadi yang sulung sebab mengotori hal nikah
(1 Taw. 5:1-2)
Ruben adalah anak sulung yang (seharusnya) menerima kuasa utama, yang dimuliakan/dihormati
sangat; namun oleh sebab ia telah mengotori/mencemari tempat tidur ayahnya (walau perbuatan – bodoh dan najis
– itu sudah lama sekali – Kej. 35:21-22), maka ia kehilangan hak kesulungannya saat nubuat untuk
masa depan anak-anak Yakub diperdengarkan: ”...Engkau (Ruben) yang
membual sebagai air, tidak lagi engkau yang terutama (sulung), sebab....” (Kej. 49:1-4 bnd. Ul. 33:6)
”Membual sebagai air”
mempunyai arti sbb.:
- Unstable as water. Artinya tidak stabil, seperti jika air (kolam) kena lemparan
kayu/batu, maka segera beriak/bergelombang. Jiwa muda Ruben seperti itu!
- Uncontrollable
as a flood. Artinya tidak dapat mengendalikan diri (emosi seksual). Jiwa muda (hasrat sex) Ruben tak terkendali.
Akhirnya ’hak kesulungan’
Ruben beralih ke Yusuf, anak Yakub dari Rahel. Mengapa? Di satu sisi adalah kehendak Allah, di sisi lain karena Yusuf adalah
tipe kehidupan muda yang takut dan hormat kepada Tuhan. Dan dalam menghadapi (khususnya) persoalan godaan ’sexual’,
jawaban Yusuf, pemuda yang tampan
itu, hendaknya menjadi contoh teladan bagi terutama kaum muda/mudi dan kita sekalian: ”..., dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya.
Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat
dosa terhadap Allah?" (Kej. 39:7-9)
Persoalan sexual tidak semata-mata berkaitan dengan moral, karena kadang-kadang
tidak terlalu dipersoalkan dalam suatu suku; terlebih dalam zaman modern ini, free sex sudah melanda kehidupan kaum muda,
juga orang dewasa! Jadi lebih dari rasa tertuduh/berdosa terhadap sesama, sebab adat-istiadat dan moral, adalah sex
dalam manusia (manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah) berbeda/bertolak belakang dengan naluri sex hewan/binatang
yang sama-sama bisa memberi keturunan! Tapi kata firman ini: “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap
perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah”
(Ibr. 13:4 dll.). Karena pernikahan manusia, adalah dua orang (laki-laki & perempuan) dijodohkan dan dijadikan satu
daging! Dan itu perintah
Allah sejak di dalam taman Eden (Kej. 2:24)
3.
Manasye - hak kesulungan dialihkan ke Efraim, adinya. (Kej.
48:8-20)
Yakub yang sudah sangat tua, saat
memberkati ke dua cucunya (Manasye – Sulung dan Efraim – bungsu, anak-anak Yusuf, Kejadian 41:45, 50-52) dengan berketetapan menyilangkan tangannya
di atas mereka, sehingga tangan kanan Yakub di atas kepala Efraim dan menetapkan Efraim, anak bungsu dari Yusuf
ini menjadi yang ’sulung’, sedangkan Manasye menjadi yang ke dua. Mengapa demikian? Segala sesuatu
tidak bisa keluar dari kehendak Allah.
Mari kita telusuri penyebabnya.
Hal ini berkaitan dengan sebuah
nama. Sebenarnya sebuah nama mengandung arti bagi yang menyandangnya. Misalkan
nama ’Yesus’, artinya ’Allah Juruselamat’. Demikian juga saat Yusuf memberi nama-nama kepada
ke dua anaknya, itu terlintas apa yang dipikirkan dan didalaminya!
Manasye artinya “Allah telah membuat aku lupa sama
sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku”. Allah memang menghendaki
untuk Yusuf melupakan segala penderitaannya (karena dijual saudara-saudaranya) namun Allah tidak menghendaki jika ia
melupakan orangtua dan keluarganya; sebab justru Yusuflah yang dipakai Tuhan untuk mengingat - memelihara orangtua dan saudaranya
saat terjadi kelaparan.
Efraim artinya: “Allah membuat aku mendapatkan anak
(berkembang biak) dalam negeri kesengsaraanku”. Ini berarti Yusuf menjadi
sangat dimuliakan dan diberkati, bahkan berkembang justru dalam penderitaan!
“Saudara-saudaraku, anggaplah suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh dalam berbagai-bagai pencobaan… sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan
ketekunan.Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang,
supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun...; Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji,
ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah…” (Yak. 1:1-4, 12)
Hargailah pengalaman penderitaan (saat mengalami berbagai pencobaan/masalah)
untuk menjadikan kita lebih maju, berkembang dan diberkati Tuhan sebab itulah cirri-ciri orang yang menerima ‘hak kesulungan’ (bnd. Yak. 1:18).
Yesus – Anak Sulung Allah Bapa, adalah teladan yang sempurna, Dia justru diangkat setelah melalui penderitaan yang hebat demi keselamatan kita, sekalipun sesaat dijadikan sedikit
lebih rendah dari malaikat namun Allah meninggikan Dia dan beroleh nama di atas segala nama (Ibr. 2:7-9). Jika kita
menghargai ‘hak kesulungan’ maka kita tidak akan mundur saat menghadapi pencobaan (berbagai masalah, saat dihina/dilecehkan,
dsb.), sebab justru dalam penderitaan itu kita akan dibawa untuk mencapai berkat yang paling tinggi. “Sebab aku yakin,
bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita”
(Roma 8:16-18). Yakinlah, jika kita menderita bersama dengan Dia maka kita akan dimuliakan dan memerintah bersama
dengan Dia (2 Tim.2:11-13).
Itu sebabnya, mengapa Musa mengadakan Paskah! Agar pembinasa anak-anak sulung tidak datang menyentuh
anak-anak sulung Israel! Demikian juga, Yesus, Anak Domba Paskah, telah tersembelih,
agar kita yang percaya kepada-Nya, diselamatkan, dijadikan ’anak-anak sulung’ Allah.
Karena itu, Hargailah
”Hak Kesulungan” yang telah kita terima dari Allah Bapa! Korban
Kristus (Mezbah Korban Bakaran) merupakan dasar kita memperoleh ’Hak Kesulungan’. Dan pelihara serta
jaga agar ciri-ciri 3 (tiga) ’hak kesulungan’ (3 alat dalam Tempat Kudus) dengan mengasihi
firman Tuhan sebagai makanan utama rohani kita, menjaga kesucian dalam pergaulan dan rela menderita dalam kesukaran.
Maka kita akan terpelihara dengan baik sampai kita masuk dalam kesempurnaan (Tempat Maha Kudus), berjumpa dengan Tuhan Yesus
sebagai Anak Sulung Bapa, dan kita anak-anak sulung di dalam Kota Yerusalem Baru (baca: Ibr. 12:22-25).
Amin.